PENGERTIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
Standar nasional pendidikan
sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa proses
perencanaan menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam
kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan
pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus mampu
memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam standar pengelolaan
itu—kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Model perencanaan strategis (strategic
planning) hingga saat ini dipandang sebagai proses perencanaan yang
demikian itu. Dengan menerapkan pendekatan perencanaan strategis, diharapkan
sekolah akan terdorong untuk melakukan perencanaan secara sistematis. Sekolah
diharapkan akan menyediakan waktu untuk mentelaah dan menganalisis dirinya
sendiri dan lingkungannya, mengidentifikasi kebutuhannya untuk mendapatkan
keunggulan terhadap yang lain, dan melakukan komunikasi dan konsultasi secara
terus-menerus dengan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar lingkungan
lembaga selama berlangsungnya proses perencanaan. Di samping itu perencanaan
strategis juga diharapkan akan mendorong sekolah untuk menyusun langkah-langkah
dalam rangka mencapai tujuan strategis, secara terus-menerus memantau
pelaksanaan rencana itu, dan secara teratur melakukan pengkajian dan perbaikan
untuk menjaga agar perencanaan yang dibuat tetap relevan terhadap berbagai
kondisi yang terus berkembang (Nickols dan Thirunamachandran, 2000).
Perencanaan strategis merupakan
bagian dari proses managemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi
tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga
atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan
langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan,
dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka
menentukan strategi di masa depan (Nickols dan Thirunamachandran, 2000). Secara
historis, perencanaan strategis bermula dari dunia militer. Perkembangan
selanjutnya, perencanaan strategis diadopsi oleh dunia usaha pada tahun 1950-an
dan berkembang pesat dan sangat populer pada tahun 1960 hingga 1970-an, dan
berkembang kembali tahun 1990-an Mintzberg (1994) sebagai "process with
particular benefits in particular contexts."
Penerapan perencanaan strategis di
dunia pendidikan baru berkembang sekitar satu dekade yang lalu. Saat mana
lembaga-lembaga pendidikan dipaksa harus berhadapan dengan berbagai perubahan
baik di dalam maupun di luar lingkungan lembaga, dan dipaksa harus tanggap
terhadap berbagai tantangan yang timbul seperti halnya menurunnya dukungan
keuangan, pesatnya perkembangan teknologi, dan berubahnya struktur kependudukan,
dan tertinggalnya program-program akademik. Sebagai dampak dari kondisi ini,
sejumlah lembaga pendidikan kemudian menggunakan perencanaan strategis sebagai
alat untuk “meraih manfaat dan perubahan strategis untuk menyesuaikan diri
dengan pesatnya perubahan liungkungan (Rowley, Lujan, & Dolence, 1997).
Diantara model-model perencanaan
strategis yang berkembang, yang hingga saat ini masih banyak diterapkan pada
lembaga pendidikan antara lain: Model Dasar (Foundational Model),
Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning Model), dan
Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent Model). Berikut diuraikan secara
singkat masing-masing model yang tersebut. Pada bagian akhir bab ini diurai
sebuah model perencanaan pengembangan sekolah yang pernah diterapkan di
Indonesia dalam kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
3.1 Model
Dasar (Foundational Model)
Sesuai dengan namanya, model dasar
ini pertama-tama difokuskan pada peletakan landasan-landasan yang diperlukan
dalam perencanaan pengembangan dan pengembangan prasarana yang tepat, sebelum
melangkah pada perencanaan pengembangan pada skala yang menyeluruh. Model ini
didasarkan pada premis bahwa perencanaan pengembangan akan terlaksana lebih
efektif apabila tujuan dan nilai-nilai fundamental sekolah telah diklarifikasi
sehinga dapat menjadi kerangka acuan, dan bila perlu memampukan tersusunnya
struktur rencana pengembangan. Model tersebut terdiri dari urutan kegiatan
sebagai berikut:
a. Pembentukan/pengkajian struktur
kolaborasi dan konsultasi dalam tahap persiapan.
b. Perumuskan/pembaharuan rumusan
visi, misi, dan tujuan.
c. Perumuskan/pembaharuan Kebijakan
Umum Sekolah yang terkait dengan bidang-bidang kunci kehidupan sekolah, seperti
kedisiplinan, kesehatan dan keselatan, dan pemeliharaan kehidupan beragama.
d. Perumuskan/pembaharuan kebijakan
dan prosedur yang terkait dengan perencanaan terkoordinasi dalam bidang belajar
mengajar yang dilakukan oleh guru, jurusan, kelompok-kelompok lintas kurikulum.
e. Evaluasi/revisi kebijakan dan
prosedur yang terkait dengan anggaran serta
spesifikasi dan pengalokasian sumber daya.
f. Merancang dan adaptasi model
perencanaan pengembangan sekolah.
g. Penerapan struktur umum dan
prosedur yang sistematis dari operasi dasar perencanaan pengembangan: kaji,
rancang, implementasi termonitor, dan evaluasi.
h. Penerapan model perencanaan
pengembangan.Setelah evaluasi, kembali ke langkah pertama dan ulangi proses
Bagi sekolah yang baru pertama kali
melaksanakan perencanaan stratsgis, untuk menyelesaikan langkah a sampai
dengan e di atas kemungkinan diperlukan waktu selama 18 bulan. Akan
tetapi apabila sekolah telah memiliki rencana strategis dan hanya perlu
melakukan penyesuaian atau perubahan-perubahan, langkah a sampai dengan e
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang sangat singkat, karena
kemungkinan hanya memerlukan sekedar perubahan-perubahan minor terhadap apa-apa
yang sudah ada. Namun demikian, langkah-langkah itu tidak dapat diabaikan
begitu saja.
3.2 Model
Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning Model)
Model Perencanaan Tindakan Tahap
Awal (Early Action Planning Model) pertama-tama menitik beratkan pada
identifikasi cepat sejumlah kecil prioritas jangka pendek dan inisiatif rencana
implementasi program pengembanganan untuk mencapai prioritas itu. Model ini
didasarkan pada premis bahwa cara terbaik untuk mendorong keberterimaan (acceptance)
dan penyatuan Perencanaan Pengembangan Sekolah adalah memastikan kelancaran
tindakan dan capaian pada tahap permulaan sebagai penguatan yang positif bagi
partisipan dalam proses perencanaan. Pengalaman berhasil pada tahap permulaan
ini akan menjadi bukti kemanfaatan perencanaan pengembangan sekolah. Dengan
demikian, akan terjadi penguatan yang dapat mengurangi kecenderungan munculnya
berbagai keluhan seperti: “kita hanya bicara dan bicara, akan tetapi tidak ada
yang menjadi kenyataan dan tidak pernah terjadi perubahan”.
Selain itu juga akan memperkuat
komitmen terhadap proses perencanaan dan menjadi insentif bagi keteribatan
dalam prosedur perencanaan yang lebih kompleks. Model permulaan tersebut dapat
mencakup tahap-tahap kegiatan (1) Perencanaan Tindakan Awal; (2) Refleksi, dan
(3) Perencanaan Terelaborasi.
3.3 Model
Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent Model)
The Three-Strand Concurrent Model memfokus pada kerangka waktu
perencanaan. Model ini mengakui bahwa pengembangan sekolah memiliki
dimensi-dimensi jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Model itu
didasarkan pada premis bahwa tiga
dimensi waktu itu harus dicapai
secara bersama-sama oleh sekolah jika sekolah memang memberikan respon yang
efektif terhadap kebutuhan lingkungan yang dinamis. Model itu menyarankan
sebuah kerangka yang terdiri dari tiga langkah kegiatan perencanaan yang saling
terkait namun berbeda-beda yang memampukan sekolah untuk mengatasi perubahan-perubatah
yang rumit dan tidak dapat diprediksikan.
Model itu meliputi unsur-unsur: (1)
Berfikir Masa Depan untuk mengatasi dimensi jangka panjang dalam perencanaan
sekolah (5-15 tahun), (2) Niatan Strategis dan Tujuan Strategis untuk mengatasi
dimensi jangka menengah (3-5 tahun), dan Perencanaan Operasional untuk
mengatasi dimensi jangka pendek (1-3 tahun).
3.4 Model
Perencanaan Pengembangan Sekolah di Indonesia
Digulirkannya konsep Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) pada tahun 1999 sebenarnya merupakan
rintisan diterapkannya perencanaan strategis di lembaga pendidikan menengah di
Indonesia. Konsep manajemen ini menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah,
masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang
didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk
ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas
pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada.
Sekolah harus mampu menterjemahkan
dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi
lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melalui proses
perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam
bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh
sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing - masing.
Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian
sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan
ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab
terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa dan masyarakat (Umaedi, 1999).
Kemiripan MPMBS dengan perencanaan
strategis sebagaimana diuraikan sebelumnya sangat tampak pada strategi
pelaksanaan yang digariskan pada tingkat sekolah. Secara singkat
langkah-langkah yang ditetapkan itu diuraikan sebagai berikut.
a. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan,
dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah).
b. Mengidentifikasi Fungsi-Fungsi
yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran
c. Melakukan Analisis SWOT
d. Mengembangkan Langkah Pemecahan Persoalan
e. Melaksanakan Rencana Peningkatan
Mutu
f. Melakukan Monitoring dan Evaluasi
Pelaksanaan g. Merumuskan Sasaran Mutu Baru.
0 komentar:
Posting Komentar