Rabu, 05 Desember 2012

MODEL PENGEMBANGAN SEKOLAH


PENGERTIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
Standar nasional pendidikan sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa proses perencanaan menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam standar pengelolaan itu—kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Model perencanaan strategis (strategic planning) hingga saat ini dipandang sebagai proses perencanaan yang demikian itu. Dengan menerapkan pendekatan perencanaan strategis, diharapkan sekolah akan terdorong untuk melakukan perencanaan secara sistematis. Sekolah diharapkan akan menyediakan waktu untuk mentelaah dan menganalisis dirinya sendiri dan lingkungannya, mengidentifikasi kebutuhannya untuk mendapatkan keunggulan terhadap yang lain, dan melakukan komunikasi dan konsultasi secara terus-menerus dengan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar lingkungan lembaga selama berlangsungnya proses perencanaan. Di samping itu perencanaan strategis juga diharapkan akan mendorong sekolah untuk menyusun langkah-langkah dalam rangka mencapai tujuan strategis, secara terus-menerus memantau pelaksanaan rencana itu, dan secara teratur melakukan pengkajian dan perbaikan untuk menjaga agar perencanaan yang dibuat tetap relevan terhadap berbagai kondisi yang terus berkembang (Nickols dan Thirunamachandran, 2000).
Perencanaan strategis merupakan bagian dari proses managemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan strategi di masa depan (Nickols dan Thirunamachandran, 2000). Secara historis, perencanaan strategis bermula dari dunia militer. Perkembangan selanjutnya, perencanaan strategis diadopsi oleh dunia usaha pada tahun 1950-an dan berkembang pesat dan sangat populer pada tahun 1960 hingga 1970-an, dan berkembang kembali tahun 1990-an Mintzberg (1994) sebagai "process with particular benefits in particular contexts."
Penerapan perencanaan strategis di dunia pendidikan baru berkembang sekitar satu dekade yang lalu. Saat mana lembaga-lembaga pendidikan dipaksa harus berhadapan dengan berbagai perubahan baik di dalam maupun di luar lingkungan lembaga, dan dipaksa harus tanggap terhadap berbagai tantangan yang timbul seperti halnya menurunnya dukungan keuangan, pesatnya perkembangan teknologi, dan berubahnya struktur kependudukan, dan tertinggalnya program-program akademik. Sebagai dampak dari kondisi ini, sejumlah lembaga pendidikan kemudian menggunakan perencanaan strategis sebagai alat untuk “meraih manfaat dan perubahan strategis untuk menyesuaikan diri dengan pesatnya perubahan liungkungan (Rowley, Lujan, & Dolence, 1997).
Diantara model-model perencanaan strategis yang berkembang, yang hingga saat ini masih banyak diterapkan pada lembaga pendidikan antara lain: Model Dasar (Foundational Model), Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning Model), dan Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent Model). Berikut diuraikan secara singkat masing-masing model yang tersebut. Pada bagian akhir bab ini diurai sebuah model perencanaan pengembangan sekolah yang pernah diterapkan di Indonesia dalam kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
3.1 Model Dasar (Foundational Model)
Sesuai dengan namanya, model dasar ini pertama-tama difokuskan pada peletakan landasan-landasan yang diperlukan dalam perencanaan pengembangan dan pengembangan prasarana yang tepat, sebelum melangkah pada perencanaan pengembangan pada skala yang menyeluruh. Model ini didasarkan pada premis bahwa perencanaan pengembangan akan terlaksana lebih efektif apabila tujuan dan nilai-nilai fundamental sekolah telah diklarifikasi sehinga dapat menjadi kerangka acuan, dan bila perlu memampukan tersusunnya struktur rencana pengembangan. Model tersebut terdiri dari urutan kegiatan sebagai berikut:
a. Pembentukan/pengkajian struktur kolaborasi dan konsultasi dalam tahap persiapan.
b. Perumuskan/pembaharuan rumusan visi, misi, dan tujuan.
c. Perumuskan/pembaharuan Kebijakan Umum Sekolah yang terkait dengan bidang-bidang kunci kehidupan sekolah, seperti kedisiplinan, kesehatan dan keselatan, dan pemeliharaan kehidupan beragama.
d. Perumuskan/pembaharuan kebijakan dan prosedur yang terkait dengan perencanaan terkoordinasi dalam bidang belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, jurusan, kelompok-kelompok lintas kurikulum.
e. Evaluasi/revisi kebijakan dan prosedur yang terkait dengan anggaran serta spesifikasi dan pengalokasian sumber daya.
f. Merancang dan adaptasi model perencanaan pengembangan sekolah.
g. Penerapan struktur umum dan prosedur yang sistematis dari operasi dasar perencanaan pengembangan: kaji, rancang, implementasi termonitor, dan evaluasi.
h. Penerapan model perencanaan pengembangan.Setelah evaluasi, kembali ke langkah pertama dan ulangi proses
Bagi sekolah yang baru pertama kali melaksanakan perencanaan stratsgis, untuk menyelesaikan langkah a sampai dengan e di atas kemungkinan diperlukan waktu selama 18 bulan. Akan tetapi apabila sekolah telah memiliki rencana strategis dan hanya perlu melakukan penyesuaian atau perubahan-perubahan, langkah a sampai dengan e dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang sangat singkat, karena kemungkinan hanya memerlukan sekedar perubahan-perubahan minor terhadap apa-apa yang sudah ada. Namun demikian, langkah-langkah itu tidak dapat diabaikan begitu saja.
3.2 Model Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning Model)
Model Perencanaan Tindakan Tahap Awal (Early Action Planning Model) pertama-tama menitik beratkan pada identifikasi cepat sejumlah kecil prioritas jangka pendek dan inisiatif rencana implementasi program pengembanganan untuk mencapai prioritas itu. Model ini didasarkan pada premis bahwa cara terbaik untuk mendorong keberterimaan (acceptance) dan penyatuan Perencanaan Pengembangan Sekolah adalah memastikan kelancaran tindakan dan capaian pada tahap permulaan sebagai penguatan yang positif bagi partisipan dalam proses perencanaan. Pengalaman berhasil pada tahap permulaan ini akan menjadi bukti kemanfaatan perencanaan pengembangan sekolah. Dengan demikian, akan terjadi penguatan yang dapat mengurangi kecenderungan munculnya berbagai keluhan seperti: “kita hanya bicara dan bicara, akan tetapi tidak ada yang menjadi kenyataan dan tidak pernah terjadi perubahan”.
Selain itu juga akan memperkuat komitmen terhadap proses perencanaan dan menjadi insentif bagi keteribatan dalam prosedur perencanaan yang lebih kompleks. Model permulaan tersebut dapat mencakup tahap-tahap kegiatan (1) Perencanaan Tindakan Awal; (2) Refleksi, dan (3) Perencanaan Terelaborasi.
3.3 Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent Model)
The Three-Strand Concurrent Model memfokus pada kerangka waktu perencanaan. Model ini mengakui bahwa pengembangan sekolah memiliki dimensi-dimensi jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Model itu didasarkan pada premis bahwa tiga dimensi waktu itu harus dicapai secara bersama-sama oleh sekolah jika sekolah memang memberikan respon yang efektif terhadap kebutuhan lingkungan yang dinamis. Model itu menyarankan sebuah kerangka yang terdiri dari tiga langkah kegiatan perencanaan yang saling terkait namun berbeda-beda yang memampukan sekolah untuk mengatasi perubahan-perubatah yang rumit dan tidak dapat diprediksikan.
Model itu meliputi unsur-unsur: (1) Berfikir Masa Depan untuk mengatasi dimensi jangka panjang dalam perencanaan sekolah (5-15 tahun), (2) Niatan Strategis dan Tujuan Strategis untuk mengatasi dimensi jangka menengah (3-5 tahun), dan Perencanaan Operasional untuk mengatasi dimensi jangka pendek (1-3 tahun).
3.4 Model Perencanaan Pengembangan Sekolah di Indonesia
Digulirkannya konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) pada tahun 1999 sebenarnya merupakan rintisan diterapkannya perencanaan strategis di lembaga pendidikan menengah di Indonesia. Konsep manajemen ini menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada.
Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melalui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat (Umaedi, 1999).
Kemiripan MPMBS dengan perencanaan strategis sebagaimana diuraikan sebelumnya sangat tampak pada strategi pelaksanaan yang digariskan pada tingkat sekolah. Secara singkat langkah-langkah yang ditetapkan itu diuraikan sebagai berikut.
a. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah).
b. Mengidentifikasi Fungsi-Fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran
c. Melakukan Analisis SWOT
d. Mengembangkan Langkah Pemecahan Persoalan
e. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
f. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan g. Merumuskan Sasaran Mutu Baru.

0 komentar:

Posting Komentar